Jumat, 31 Desember 2010

Pelaksanaan Ikrar Syahadat oleh Mualaf

Jumat, 31 Desember 2010




Tempat Ber WUDHU




JUMATAN akhir tahun 2010 diISLAMIC







Jumat, 24 Desember 2010

Korupsi di Dunia Sedang 'Naik Daun'

Jumat, 24 Desember 2010

penulis: conscientizacao


Cerita di atas, adalah penggalan salah satu kisah nyata dari berbagai penjuru dunia yang dikumpulkan transparency.org menyatakan betapa korupsi itu membuat kita susah. Kalau contoh di dalam negeri, sudahlah tak usah lagi kita bicarakan. Sudah terlalu banyak, bahkan sudah jadi barang biasa saja bagi sebagian orang. Tidak menyuap, biasanya malah jadi perilaku aneh di masyarakat kita.

Saya belum mendengar pernyataan pejabat pemerintah kita soal korupsi belakangan ini, terutama karena hari ini adalah Hari Anti Korupsi. Kalaupun pejabat pemerintah mengutip berita dari http://www.transparency.org ini, paling tidak saya sudah tahu, bahwa berita ini akan jadi alasan untuk menutupi ketidakefektifan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika bunyinya akan seperti ini, "Masalah korupsi ini adalah persoalan global," saya tidak akan heran. Bunyinya pasti sudah tidak terlalu asing lagi bagi Anda.

Seperti yang dirilis web BBC News, dan http://www.transparency.org yang diberitakan di websitenya dengan tajuk Global Corruption Barometer 2010 Report, korupsi di dunia sedang meningkat. Beberapa ilustrasi di atas, saya ambil langsung dari webnya www.transparency.org. Itu adalah beberapa bukti bahwa korupsi belakangan ini semakin populer saja. BBC sendiri melakukan polling, dan tema korupsi adalah tema yang paling dipermasalahkan di dunia. Kepopulerannya mengalahkan isu perubahan iklim, kemiskinan, pengangguran, dan meningkatnya harga energi serta bahan pangan.

Meningkatnya korupsi di dunia, sudah pasti juga merupakan kontribusi banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Ketika kita ikut berkontribusi terhadap naik daunnya korupsi di dunia, itu jelas bukan prestasi yang patut dibanggakan. Itu aib. Pidato presiden yang katanya akan memimpin sendiri 'pemberantasan' korupsi, hingga kini tampaknya masih jadi sekedar pidato. Buktinya, seperti artikel Bang Enda di lapak sebelah, komitmen dalam bentuk peraturan presiden pun enggan dikeluarkannya.

Yang paling menarik menurut saya adalah, data yang menunjukkan bahwa Partai Politik merupakan pihak yang dianggap paling korup di sejumlah negara. Persepsi ini muncul di banyak negara. Sementara, dari Indonesia persepsi lembaga terkorup ada di lembaga legislatif, DPR RI atau mungkin DPRD. Lembaga Polisi dan partai politik ada di urutan berikutnya.

43 persen responden di Indonesia menyatakan, tingkat korupsi meningkat dalam 3 tahun terakhir. Apakah artinya memang jumlah kasus bertambah banyak? Atau karena yang terekspos di media yang bertambah banyak? Kalau menilhat transparansi informasi di Indonesia, saya menduga persepsi ini bukan berarti jumlah korupsinya meningkat, tetapi lebih karena pemberitaannya yang lebih heboh. Kalau saja Gayus hidup di jaman Orba, saya ragu kita bisa melihatnya di televisi saat ini.

Sementara, 35 persen responden Indonesia menyatakan dalam 12 bulan terakhir terlibat dalam penyuapan. Menyuap polisi menjadi favorit, karena seperti yang juga terjadi di Afrika, ini dilakukan karena ingin menghindari 'masalah'. Dalam bahasa kita, diselesaikan secara kekeluargaan saja. Atau, cara damai. Untuk masalah ini, kita kalah dari Rwanda yang menurut berita BBC News berhasil menjadi negara yang paling rendah angka penyuapannya di antara negara-negara Afrika Timur. Burundi menjadi negara yang paling korup di sana.

Data dari TI Indonesia, daerah-daerah di Indonesia telah diukur Indeks Persepsi Korupsi-nya. Survei dilakukan dengan cara wawancara tatap muka terhadap 9237 responden pelaku bisnis, antara bulan Mei sampai dengan Oktober 2010. IPK Indonesia mengukur tingkat korupsi di 50 kota di seluruh Indonesia, meliputi 33 ibukota propinsi ditambah 17 kota lain yang signifikan secara ekonomi. Rentang indeks antara 0 sampai dengan 10; 0 berarti dipersepsikan sangat korup, 10 sangat bersih.

Tahun ini, Kota Denpasar mendapatkan skor paling tinggi (6,71), disusul Tegal (6,26), Solo (6,00), Jogjakarta dan Manokwari (5,81). Sementara kota Cirebon dan Pekanbaru mendapatkan skor terendah (3,61), disusul Surabaya (3,94), Makassar (3,97) dan Jambi (4,13). Kota-kota dengan skor tertinggi mengindikasikan bahwa para pelaku bisnis di sana menilai korupsi mulai menjadi hal yang kurang lazim terjadi, dan usaha pemerintah dan penegak hukum di sana dalam pemberantasan korupsi cukup serius.

APA kabar dengan KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi - atau komisi-komisi yang lain- dibentuk untuk membantu pemerintah yang dianggap kurang efektif menjalankan fungsinya dalam isu tertentu. Tapi ketika KPK inipun didera berbagai kasus, hampir lenyaplah sudah harapan pemberantasan korupsi di Indonesia. Presiden sendiri, malah mengeluarkan pernyataan yang tetap mempercayai POLRI untuk kasus sebesar Gayus, yang jelas melibatkan orang-orang dalam Kepolisian, dan Kejaksaan, bahkan Kehakiman.

Masihkah kita bisa berharap pada KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia?

Aku Masih Ber HARAP kepada bapak PRESIDEN dan KPK, ayo berantas korupsi.............


Tanya-Jawab Setelah Sholat Jum'at








Tempar Parkir di Ground





JUMATAN dibulan Desember 2010





Kamis, 23 Desember 2010

Batal Minum-minum, Spontan, Rustam Sarachev Malah Kunjungi Masjid

Kamis, 23 Desember 2010
Kisah Generasi Muda Muslim di Rusia
washington post
Batal Minum-minum, Spontan, Rustam Sarachev Malah Kunjungi Masjid
Rustam Sarachev, 21 tahun, tengah beribadah di masjid agung di Volga, Rusia
REPUBLIKA.CO.ID, ALMETYEVSK, RUSSIA--Pada saat menginjakkan kaki pertama kali di masjid agung di kota itu, Rustam Sarachev seharusnya bersenang-senang. Ia ingin menghadiri hingar-bingar pesta di sebuah klub malam, namun alih-alih ia malah mengirimkan dirinya ke jalan menuju Islam.

Awalnya seorang teman mengolok-olok karena ia berpikir tentang mengunjungi masjid. Marah, Rustam pun meninggalkan teman-temannya dan mereka berangkat minum-minum tanpa dirinya.

Begitu menyesali pikirannya yang 'jernih', dengan 500 rubel--yang seharusnya digunakan untuk membeli vodka--masih utuh di dompet, ia melangkah menuju sebuah masjid berwarna jingga salmon. Warna itu mendominasi satu sudut timur di sebuah kota minyak kecil, Volga. Saat itu akhir September 2006, awal bulan Ramadan.
Dibangun pada 1990-an dengan dukungan dana Arab Saudi, masjid itu menghadirkan pernyataan kuat di lingkungan setempat. Di dalam Sarachev menjumpai interior dengan aksen pahatan kayu memesona, paduan karpet warna merah dan hijau terlihat  kontras saat disandingkan dengan ubin biru bermotif mosaik.

Pada hari libur para jamaah tetap membuka layanan. Selama ibadah sore, ashar menjelang maghrib, dengan arah bangunan menuju barat daya, Mekah, sebuah jendela di sisi kanan memasukan sekilas pemandangan langit megah berwarna merah muda, seperti dunia lain. Bahkan terlihat sorotan sinar menerpa lima kubah emas gereja Ortodok di seberang jalan.

"Saya sungguh terkejut," kenang Sarachev. "Saya tidak bisa memahami di mana saya berada. Saat itu didalam hanya ada orang-orang muda. Mereka memperlakukan saya begitu baik. Saya tidak pernah sebelumnya disambut seperti itu," tutur Sarachev.

Dalam aula masjid ia melihat wajah yang akrab. Seorang teman, Almas Tikhonov, yang selama ini dikenal tukang pesta berkepribadian kasar. Ia di sana, sedang berdoa. Ia terkesan dengan cara Almas melihat, ada ketenangan menarik dalam dirinya.

Hari-hari berikut, gambaran-gambaran itu terus berkutat  dan tak bisa lepas di pikiran Sarachev. Ia pun memutuskan kembali ke masjid, lagi, lagi dan lagi. Ia harus menanggung cibiran teman-teman lamanya--dan ia akui itu berat--namun sekaligus, yang membuat tekadnya kian kuat.

Lama-kelamaan ia mulai melihat kawan-kawannya dengan cara pandang baru dan cahaya baru. Itu membuat ia mudah meninggalkan minum-minuman, pesta dan nongkrong di sudut-sudut jalan, atau mengendap-endap di sebuah desa di mana mereka dapat berpesta semalaman penuh, jauh dari pantauan orang tua.
Ketika ia menoleh kembali ke belakang, ia sendiri tak yakin apa yang membuat ia mendatangi masjid dan apa yang ia harapkan dari kunjungan itu. Berusia 17 tahun, kala itu ia merasa kehilangan diri. Sarachev melabeli dirinya holigan, pembuat onar dengn kepribadian yang dikeraskan oleh kehidupan. Namun, ia juga mengingat sangat rapuh dengan hinaan dan merasa sakit ketika menemui dirinya sebagai pemuda tanpa masa depan.

Mata Sarachev terbuka. Ia akhirnya menyadari bahwa dunia penuh dengan kejahatan. Tugas seorang Muslim yang baik adalah mengatasi dan mengalahkan semua kejahatan itu. Dan sesuatu di sana, ia tahu, meski ia mengaku masih memproses dalam pikirannya, terletak pengertian Jihad. "Itu adalah perjuangan terhadap mereka yang tidak meyakini," ujarnya "Itu bukan sekedar ujian. Jihad adalah perang."
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/10/12/22/153860-batal-minumminum-spontan-rustam-sarachev-malah-kunjungi-masjid

Red: Ajeng Ritzki PitakasariSumber: The Washington Post

Minggu, 12 Desember 2010

Masjid Islamic center menjelang magrib

Minggu, 12 Desember 2010




Masjid Islamic Center di Sore hari





View dari Bukit Samarinda