MAKKAH–Jumat lalu, saya memilih shalat Ashar di Masjid Kucing, sekitar 200 meter dari Bab Salam Masjidil Haram. Tentu tak ada pemandangan langsung ke Kabah. Jamaah penuh.
Tak jauh dari Masjid Kucing, juga ada sebuah masjid lagi. Sebelum Ashar, posisi kami berada di depan masjid nyang satu itu,juga sekitar 200 meter dari Pintu Marwah Masjidil Haram.
Saat kumandang Ashar, suara adzan dari masjid itu kurang enak di telinga, sehingga kami memilih berjalan ke Masjid Kucing. Saat shalat Jumat, kami shalat di Masjidil Haram. Jamaah penuh. Cukup susah kami mencari tempat di bagian depan yang bisa langsung melihat Kabah. Yang kosong tinggal di pelataran Kabah, tapi cuaca cukup panas, sehingga kami memilih naik ke lantai dua. Pun, penuh.
Di masa lalu, pelataran Kabah yang dipakai untuk tawaf tergolong sempit. Hanya 21 meter dari Kabah, karena di meter ke-21, sudah ada bangunan yang melindungi sumur Zamzam. Bertambahnya jamaah membuat bangunan berukuran 88,8 meter persegi itu dibongkar, sehingga pada 1381-1388 dilakukan perluasan tempat tawaf. Mimbar juga dipindahkan. Maqm Ibrahim direnovasi. Kerikil dihilangkan.
Abdullah ibn Zubair adalah orang pertama yang memberi ubin di tempat tawaf. Ubinnya bergaris tengah lima meter. Hingga 1375 Hijriyah, sumbangan marmer terus berdatangan, dengan bentuk oval saling berhadapan. Lantai tawaf itu dibuat dari marmer dingin, sehingga menahan panas matahari.
Untuk membuat dingin Masjidil Haram, disediakan sentral penyejuk udara. Udara disalurkan lewat terowongan yang menghubungkan sentral pendingin dengan satuan pendingin di tiang-tiang masjid.
Di mala lalu, saat tempat tawaf masih sempit dan jamaah masih sedikit, untuk shalat cukup dilakukan di belakang Maqm Ibrahim. Imam dan jamaah berada di situ. Bertambahnya jamaah, membuat shaf melingkari Kabah perlu dipikirkan. Maka, Gubernur Makkah Khalid bin Abdullah al-Qusary (wafat 120 Hijriyah) menata shaf melingkar itu. Dengan shaf melingkar itu, orang yang shalat tetap menghadap dan bisa melihat ke Kabah.
Maka, ketika kami shalat di Masjidil Haram, kami juga berupaya bisa shalat di posisi yang bisa melihat langsung Kabah. Jauh dari pelataran Kabah, kita sudah tak bisa melihat Kabah. Tiang-tiang Masjidil Haram berikut atap dan lainnya, telah menghalangi penglihatan langsung ke Kabah.
Di sekitar Masjidil Haram, dulu juga ada masjid yang dibangun oleh ibunda Khalifah Harun Al-Rasyid, al-Khuzairan. Masjid ini tepatnya berada di bekas lokasi rumah Nabi, pada 1957, masjid itu dibongkar, kemudian dibangun perpustakaan.
Khuzairan semula adalah budak Mahdi al-Abbasi. Ia juga membangun masjid sekitar 36 meter sebelah timur Safa. Masjid ini dibangun pada 787 Masehi, dibekas lokasi Darul Arqam, rumah Arqam ibn Abi al-Arqam. Rumah sahabat Nabi ini menjadi pusat syiar Islam di awal-awal kenabian Muhammad. Saat itu belum genap 40 orang yang memeluk Islam. Dari rumah ini, syiar dilakikan secara sembunyi-sembunyi. “Muslim yang bru masukIslam berkumpul dan melaksanakan shalat di dalamnya secara sembunyi-sembunyi pula,” tulis Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani, dalam buku Sejarah Mekah.
Syiar Islam baru dimulai terang-terangan, ketika Umar bin Khathab muncul sebagai orang ke-40 yang memeluk Islam. Pada 1955, Masjid Arqam dihancurkan demi perluasan Masjidil Haram,sehingga lokasi masjid ini sekarang menjai pelataran Masjidil Haram. Nama Arqam kemudian diabadikan sebagai nama pintu pertama di tempat sai, samping Safa. Namanya Pintu Darul Arqam.
Tak jauh dari Masjidil Haram pula, ada Masjid Jin. Masjid ini sekitar 1 km dari Masjidil Haram –sekitar 100 meter dari kompleks makam Mala, tempat Siti Khadidjah dikuburkan. Lokasi Masjid Jin ini dulunya merupakan lokasi yang dipakai Nabi menulis surat ke Ibn Masud. Saat itu, ada rombongan jin yang ingin membaiat Nabi. Rombongn jin ini sebelumnya telah bertemu Nabi di Nakhlah. Pada tahun ke-10 kenabiannya, Nabi pergi ke Thaif, kemudian ketika pulang dari Thaif bertemu rombongan jin itu di Nakhlah.
Penduduk yang tinggal atau bekerja di sekitar Masjidil Haram tak selalu shalat di Masjidil Haram. Di jam-jam shalat, mereka memilih ke masjid terdekat, seperti Masjid Kucing dan Masjid Jin, dan juga masjid lainnya yang berada di sekitar Masjidil Haram.
Lokasi Masjid Kucing ini dipercaya sebagai sebagai lokasi rumah Abu Hurairah, salah satu sahabat Nabi. Abu Hurairah berarti Bapak Kucing. Hanya jamaah dari Indonesia yang menyebut masjid itu sebagai Masjid Kucing. Di Makkah, masjid ini dikenal sebagai Masjid Rayah atau Masjid Abu Hurairah.
Kami berencana safari shalat di masjid-masjid bersejarah di sekitar Masjidil Haram. Jumat malam, kami mencoba menyambangi Masjid Jin, tapi tutup. Masjid-masjid di sekitar Masjidil Haram, hanya buka di waktu-waktu shalat. Kalau Masjidil Haram, buka 24 jam.
priyantono oemar
0 komentar:
Posting Komentar